Suara tetes hujan pelan-pelan terdengar. Dari gerimis hingga akhirnya semakin lama semakin deras. Aku menatap dedaunan yang bergoyang kesana kemari, pasrah terhadap angin. Lalu terdengar suara manja dari luar, dua kucingku ketakutan.
"Ayo masuk..." aku membuka pintu. Keduanya serempak masuk, yang satu langsung naik ke atas sofa menjilati bulunya yang basah. Yang satunya lagi ke dapur, mencari makan. Aku segera mengikuti yang satu itu ke dapur, membuatkannya makan. "Mao, mau makan sekalian tidak?" Segera, kucing yang sudah merapikan bulu-bulunya itu masuk ke dapur. Mereka makan berdua. Aku duduk melihatnya.
Hujan seperti ini, malah terasa sepi. Aku melamun. Kemudian Mayo menatapku. "Makan saja Mayo, aku tidak apa-apa." Aku hanya kesepian..
Mao menjilati mulutnya, kemudian ia mengeong. Hujan di depan sudah berhenti. Bau tanah basah mulai tercium, kupu-kupu mulai berterbangan. Aku tersenyum.
"Mao.. Mayoo.. Ayo kita mencari pelangi.."
Minggu, 09 Oktober 2011
Hadiah ini akan selalu kuingat
by
semangkasegar
Selamat Ulang Tahun. Ucapku dalam hati.
Ucapan yang tak pernah kudengar darinya. Namun dulu berbeda.
Dulu saat usiaku 6 tahun, waktu aku sedang duduk-duduk di lantai. Mama sedang membuat kue. Papa, aku tak tahu ada di mana. Hari itu aku ulang tahun. Ulang tahunku tak pernah dirayakan besar-besaran. Cukup Mie Goreng Panjang Umur atau nasi kuning dengan ayam goreng buatan mama untuk merayakannya. Hari itu menunya nasi kuning dan ayam goreng. Lezat.
Aku masih duduk-duduk di lantai. Tiba-tiba papa datang. Beliau membawa satu kantong plastik hitam. Aku melihatnya masuk ke rumah. Lalu papa tanpa basa basi memberikan kantong hitam itu. Aku membukanya dan terkejut. Satu kotak pensil berwarna putih. Segera ku periksa kotak pensil plastik itu. Sangat sederhana tapi bergaya dan yang paling penting bergambar SAILORMOON.
Aku melihat papa kembali ke duduk di depan. Tanpa berbicara apapun. Sungguh, aku tak pernah mendengar ucapan apapun darinya. Tapi akan tetap ku ingat selamanya, sebuah hadiah kecil darinya.
Ucapan yang tak pernah kudengar darinya. Namun dulu berbeda.
Dulu saat usiaku 6 tahun, waktu aku sedang duduk-duduk di lantai. Mama sedang membuat kue. Papa, aku tak tahu ada di mana. Hari itu aku ulang tahun. Ulang tahunku tak pernah dirayakan besar-besaran. Cukup Mie Goreng Panjang Umur atau nasi kuning dengan ayam goreng buatan mama untuk merayakannya. Hari itu menunya nasi kuning dan ayam goreng. Lezat.
Aku masih duduk-duduk di lantai. Tiba-tiba papa datang. Beliau membawa satu kantong plastik hitam. Aku melihatnya masuk ke rumah. Lalu papa tanpa basa basi memberikan kantong hitam itu. Aku membukanya dan terkejut. Satu kotak pensil berwarna putih. Segera ku periksa kotak pensil plastik itu. Sangat sederhana tapi bergaya dan yang paling penting bergambar SAILORMOON.
Aku melihat papa kembali ke duduk di depan. Tanpa berbicara apapun. Sungguh, aku tak pernah mendengar ucapan apapun darinya. Tapi akan tetap ku ingat selamanya, sebuah hadiah kecil darinya.
Sabtu, 08 Oktober 2011
Jendela Rumahku
by
semangkasegar
Ini jendela rumahku.
Jendela dari usiaku 1 tahun.
Tempatku menatap orang-orang yang berkerumun.
Tempatku menunggu sinar matahari muncul dari timur.
Ini jendela rumahku.
Tempat di mana aku menyembunyikan sarung bantal kesayangan adikku.
Tempat aku bersembunyi dari adikku.
Tempat aku menikmati semilir angin yang menerpa wajahku.
Banyak kenangan darimu wahai jendela.
Kenangan yang akan kusimpan selamanya.
Aku tak kan pernah melupakanmu jendela.
Engkau telah sabar mendengarku bercerita.
Jumat, 07 Oktober 2011
Sebuah Pesan Tertinggal
by
semangkasegar
Kami berlarian.
"Kamu curaaaaang!!!", teriak seorang teman laki-laki berbaju merah. Kami menang. Kami berhasil merebut bentengnya.
"Kamu jaga benteng terus! Udah gitu 1 kelompok bertiga lagi. " dumelnya. Maklum, aku jadi anak bawang dikelompok ini.
"Ini taktik namanya!", teman, ketua kelompok bentengku menjawab santai.
"Kita main yang lain!" ucapnya tegas.
"Kita main apa? Jangan susah-susah. Kasian si Mel kan cewek sendiri" kata si ketua.
"Kita masuk ke rumah sebelah yuk!" temanku yang lain memberi usul. Panggil dia si bandel dan adiknya.
"Jangan!" teriakku. Rumah sebelah itu kosong dan biasanya kalau kosong itu angker. Apalagi di sebelah rumah itu ada kuburan kecil. Kuburan bayi.
"Boleh juga!" suara si ketua tanda setuju. Bahaya deh.
Ini sudah jam setengah enam sore. Sudah mau maghrib. Lebih baik pulang. Sebelum papa marah.
Tapi ternyata aku sudah di dalam rumah itu!
Baunya tidak enak. Kami masuk lewat pintu samping. Pintu terbuat dari triplek ini sudah benar-benar rusak. Jadi anak sekecil kami dapat masuk dengan mudah. Kata si ketua, ia sering menemukan benda-benda aneh di dalam rumah ini. Padahal rumah ini sudah kosong sejak lama, tapi barang-barang masih terlihat bagus.
PRAAANG!!!
"Maaf", aku menyenggol sebuah vas bunga tua. "Bagaimana inii..." aku sudah hampir menangis. "Sudah tinggalkan saja, anggap saja kucing yang jatohin.." si ketua menggandeng tanganku.
"Pulang yuk..." ajakku.
"Bentar, kita ke atas dulu, siapa tahu ada barang-barang aneh lagi"
Kami naik tangga ke atas. Baunya pengap. Kami menemukan sebuah kamar yang pintunya tidak tertutup penuh. Teman-temanku sudah ada yang di dalam. Ketika aku memasuki kamar, aku terperangah. Ruangannya wangi dan rapi. Seperti ada penghuninya. Ranjang masih tertata rapi dengan selimut dan bantalnya. Siapa yang datang setiap hari?
"Lihat ada sebuah kotak di sini!" teriak salah satu temanku. "Tapi, dikunci."
"Yuk bawa keluar!" ucap yang lain.
"Eh jangan, nanti yang punya marah." ucapku. Aku takut sekali.
"Sudah bawa sajaaa...." ucap si ketua lalu mengambil kotak itu dari yang lain dan berlari. Kami semua berlari dan selalu, aku yang tertinggal.
Lalu aku melihat sepucuk amplop terselip dibawah selimut. Rasa ingin tahu yang tinggi membuatku membawa amplop itu. Aku membalik amplop tersebut ternyata masih di lem rapat-rapat.
Kami sudah keluar. Persis di depan kuburan bayi. Aku merinding. Teman-temankuku bergantian berusaha membuka kotak tadi. Aku berusaha membuka amplopnya. Ini menempel sekali. Apa ku robek saja ya?
Pelan-pelan kurobek amplopnya, lalu terlihat ada lembaran kecil.
"Eh itu lihat deh aneh banget kuburannya." ucap salah satu temanku. "Masih bayi yah.."
Aku mengeluarkan isi surat itu dan ada pesan tertinggal di dalamnya yang berbunyi,
Jangan sekali-kali kalian mengambil dan membuka kotak itu dan jangan sekali-kali kau menunjuk-nunjuk tempat peristirahatan anakku. Mohon kembalikan seperti sedia kala, atau aku tak bertanggung jawab apa yang terjadi
Nah lho.
"Kamu curaaaaang!!!", teriak seorang teman laki-laki berbaju merah. Kami menang. Kami berhasil merebut bentengnya.
"Kamu jaga benteng terus! Udah gitu 1 kelompok bertiga lagi. " dumelnya. Maklum, aku jadi anak bawang dikelompok ini.
"Ini taktik namanya!", teman, ketua kelompok bentengku menjawab santai.
"Kita main yang lain!" ucapnya tegas.
"Kita main apa? Jangan susah-susah. Kasian si Mel kan cewek sendiri" kata si ketua.
"Kita masuk ke rumah sebelah yuk!" temanku yang lain memberi usul. Panggil dia si bandel dan adiknya.
"Jangan!" teriakku. Rumah sebelah itu kosong dan biasanya kalau kosong itu angker. Apalagi di sebelah rumah itu ada kuburan kecil. Kuburan bayi.
"Boleh juga!" suara si ketua tanda setuju. Bahaya deh.
Ini sudah jam setengah enam sore. Sudah mau maghrib. Lebih baik pulang. Sebelum papa marah.
Tapi ternyata aku sudah di dalam rumah itu!
Baunya tidak enak. Kami masuk lewat pintu samping. Pintu terbuat dari triplek ini sudah benar-benar rusak. Jadi anak sekecil kami dapat masuk dengan mudah. Kata si ketua, ia sering menemukan benda-benda aneh di dalam rumah ini. Padahal rumah ini sudah kosong sejak lama, tapi barang-barang masih terlihat bagus.
PRAAANG!!!
"Maaf", aku menyenggol sebuah vas bunga tua. "Bagaimana inii..." aku sudah hampir menangis. "Sudah tinggalkan saja, anggap saja kucing yang jatohin.." si ketua menggandeng tanganku.
"Pulang yuk..." ajakku.
"Bentar, kita ke atas dulu, siapa tahu ada barang-barang aneh lagi"
Kami naik tangga ke atas. Baunya pengap. Kami menemukan sebuah kamar yang pintunya tidak tertutup penuh. Teman-temanku sudah ada yang di dalam. Ketika aku memasuki kamar, aku terperangah. Ruangannya wangi dan rapi. Seperti ada penghuninya. Ranjang masih tertata rapi dengan selimut dan bantalnya. Siapa yang datang setiap hari?
"Lihat ada sebuah kotak di sini!" teriak salah satu temanku. "Tapi, dikunci."
"Yuk bawa keluar!" ucap yang lain.
"Eh jangan, nanti yang punya marah." ucapku. Aku takut sekali.
"Sudah bawa sajaaa...." ucap si ketua lalu mengambil kotak itu dari yang lain dan berlari. Kami semua berlari dan selalu, aku yang tertinggal.
Lalu aku melihat sepucuk amplop terselip dibawah selimut. Rasa ingin tahu yang tinggi membuatku membawa amplop itu. Aku membalik amplop tersebut ternyata masih di lem rapat-rapat.
Kami sudah keluar. Persis di depan kuburan bayi. Aku merinding. Teman-temankuku bergantian berusaha membuka kotak tadi. Aku berusaha membuka amplopnya. Ini menempel sekali. Apa ku robek saja ya?
Pelan-pelan kurobek amplopnya, lalu terlihat ada lembaran kecil.
"Eh itu lihat deh aneh banget kuburannya." ucap salah satu temanku. "Masih bayi yah.."
Aku mengeluarkan isi surat itu dan ada pesan tertinggal di dalamnya yang berbunyi,
Jangan sekali-kali kalian mengambil dan membuka kotak itu dan jangan sekali-kali kau menunjuk-nunjuk tempat peristirahatan anakku. Mohon kembalikan seperti sedia kala, atau aku tak bertanggung jawab apa yang terjadi
Nah lho.
Kamis, 06 Oktober 2011
Yuk, kita masak beneran
by
semangkasegar
Aku tidak suka telur dadar. Tapi adikku suka.
Suatu waktu saat usia adikku 4 tahun dan aku berusia 10 tahun
"Ci, nasinya dimasak dulu ya", celoteh adikku mengangkat rice cooker mininya ke atas kompor. Kompor mainan. Kemudian ia memasukkan biji-bijian putih yang kita anggap sebagai beras ke dalamnya. Dan dengan cepat ia mengambil termos putih kecil, pura-pura memasukkan air.
"Nah ditunggu 5 menit", ucapnya lagi. "Nah cici goreng telur ya!", ia memberikan telur plastik kepadaku.
Aku menatapnya lalu kuberikan sebuah senyuman.
"Yuk kita masak beneran", ucapku.
Adikku bingung, "Nyalain kompor ci?"
Kompor gas kami tidak pakai listrik. Jadi pakai gas dan harus pakai korek api untuk menyalakannya. Jelas adikku pasti bingung.
Aku berjalan menuju kulkas. Menyiapkan 2 butir telur, wajan, minyak, garam, merica, kecap manis dan piring. Adikku mengikuti. Sepertinya terlihat senang.
Aku menuangkan minyak ke wajan dan menunggu beberapa lama. "Kita bikin telor dadar dulu ya"
Aku tidak suka telur dadar. Tapi aku suka membuat telur dadar. Aku pecahkan telur dengan susah payah, menuangkan garam, merica dan kecap, lalu di aduk dengan garpu. Ini bagian yang kusuka. Adikku melihatku terpana dan gembira. Ia memang selalu ingin tahu banyak!
Lalu, aku memberanikan diri mengambil korek api dan menyalakan kompor. Daaz! Berhasil. Ku tunggu minyak sampai panas.
Lalu ku tuang telur dadarku ke dalamnya! Dalam beberapa menit, telur itu kekuningan dan tercium aroma yang lezat! "Sudah jadii", , ku berikan pada adikku. Dan ia terlihat gembira!
"Aku juga mau buat!" teriaknya.
Tapi aku tidak suka telur dadar.
Baiklah kita buat telur ceplok.
Aku pecahkan lagi 1 butir telur ke dalam mangkuk. Aku ajak adikku untuk menuangkan telur itu ke minyak. "Awas, ntar minyaknya lompat!". Memasak telur ceplok itu lebih repot. Minyak lompat ke mana-mana. Tapi adik terlihat sangat antusias. Ini memasak pertamanya.
Telur kami sudah jadi. Telur dadar kuning dan telur ceplok berantakan :P
Kami mengambil nasi dan meletakkan telur kami masing-masing. Adik mengambil saos tomat dan aku saus sambal.
Ini jam 3 sore. Kami kenyang. Kami senang. Nasi buatan adikku tidak diangkat dalam 5 menit. Tapi tidak gosong. Hahaha..
Rabu, 05 Oktober 2011
Ketika ucapan menjadi sebuah doa
by
semangkasegar
Kursor ku biarkan berkedip-kedip. Lama sekali.
Entah mengapa jika mendengar berita tentangnya aku marah. sebal. kesal.
Lalu aku berbuat salah. Ku ucapkan kata-kata yang seharusnya tak ku keluarkan.
Dan aku berpikir ketika ucapan menjadi sebuah doa, dan apabila sampai terdengar olehNya, aku minta maaf ya Tuhan.
Abaikan doaku yang satu itu.
Amin.
Entah mengapa jika mendengar berita tentangnya aku marah. sebal. kesal.
Lalu aku berbuat salah. Ku ucapkan kata-kata yang seharusnya tak ku keluarkan.
Dan aku berpikir ketika ucapan menjadi sebuah doa, dan apabila sampai terdengar olehNya, aku minta maaf ya Tuhan.
Abaikan doaku yang satu itu.
Amin.
Dimanakah dirimu?
by
semangkasegar
"Se..la..maat.. Ulaang Tahuuun.. kami ucapkaaan..." suara anak-anak TK menyanyi terdengar meriah.
Hari itu ulang tahunnya.
Ibunya membawakan 1 loyang kue tart berhiaskan tokoh-tokoh superhero. Ayahnya mengangkut 1 kardus besar berisi bingkisan kecil untuk dibagi-bagikan.
"Ayo tiup lilinnya....!!" seru ibu guru.
Segera, Dia meniup lilin. Kami bertepuk tangan. Dia terlihat senang.
Lalu kue dipotong-potong dan dibagikan kepada kami.
"Buat kamu, dua potong." Dia menghampiriku.
"Terima kasih."
Aku menerima kue coklat itu. Senang rasanya. Apalagi dapat dua!
Lalu aku dan Dia duduk di meja paling belakang, menyantap makan siang dan kue kami.
Tidak lama, ia bertugas untuk membagikan bingkisan ulang tahun kepada kami. Aku hanya duduk tersenyum. Bingkisanku sudah disiapkan, nanti.
Dia, temanku waktu aku kanak-kanak. Waktu aku masih menangis ketika beberapa teman rajin mengusiliku. Ia datang. Kami juga rajin memberi makan kelinci kami di TK.
Setiap upacara pagi, kami bergandengan tangan. Kami punya tempat makan yang sama. Tidak sengaja ibunya dan ibuku membelikan yang serupa!
Sekarang, Dia di mana?
Dia pergi tiba-tiba.
Aku rindu untuk makan bersama dan memberikan makan kelinci bersama.
Selamat Ulang Tahun, kawan.
Selasa, 04 Oktober 2011
Ketika yang hilang dicari
by
semangkasegar
Mayo with Thom, Yum, Zoup
Di hari ke lima #15harimenulisdiblog saya persembahkan tema #5 Hilang untuk kucing kesayangan saya Mayo.
Di blog ini saya pernah kisahkan kucing-kucing saya yang datang dan pergi. Salah satunya adalah Mayo yang dari lahir sudah ada di rumah saya. Dari dia bayi sampai ia dewasa dan punya anak. Dari sehat, sampai sakit di anusnya, punggung patah, sakit mata bahkan sakit hati selalu bersama saya.
Anak-anak Mayo yang kuingat sudah dua generasi. Generasi pertama diberi nama Baby & Mila. Keduanya betina. Generasi kedua diberi nama Thom, Yum, Zoup dari nama makanan Tom Yum Soup. Thom dan Zoup jantan, sedangkan Yum (Yummy) betina.
Setiap malam, Mayo selalu mengeluarkan suara-suara untuk memanggil anak-anaknya yang entah bersembunyi di mana. Ketika anak-anak berlarian datang pada Mayo, ia segera menjilati anak-anak dan membawa ke tempat di mana saya meletakkan makanan mereka.
Tapi suatu malam, ada yang salah. Zoupy, salah satu jagoan kesayangan Mayo tidak datang ketika dipanggil. Mayo gelisah. Zoupy hilang. Entah bagaimana, nafsu makannya hilang. Ia terus mengeong ke arah luar jalan. Mayo sedih.
Segera Mayo keluar jalan (dan saya ikuti). Mau tahu apa yang Mayo lakukan? Ia mencari anaknya dari tong sampah ke tong sampah lain dan tidak mau pulang. Saya ikut sedih. Bagaimana tidak terharu, suara meongnya sudah tidak seperti biasa. Berbeda.
Akhirnya ku panggil Mayo, kutatap matanya. Ia juga menatapku seakan-akan bertanya, "Apakah Zoupy akan pulang?" Lalu, entah mengapa kujawab, "Ya, kita tunggu dirumah." Lalu aku gendong Mayo pulang bertemu 2 anaknya yang lain. Sampai di rumah Mayo hanya diam, ia tidak makan.
Malam itu terasa sedih. Mayo sangat kehilangan.
Dan hari ini aku juga sedih. Karena aku kehilangan Mayo.
Selamat jalan Mayo. Baik-baik di Surga. Senang rasanya 1 tahun bercanda bersamamu. :)
Senin, 03 Oktober 2011
Sebuah Perjalanan
by
semangkasegar
Aku membuka sebuah situs. Situs sebuah dunia (maya). Dengan persiapan sederhana, aku siap melangkah ke negeri sana.
Tiba-tiba mataku berkunang-kunang. Gelap. Pusing.
Ketika aku memejamkan mata....
Aku ada di mana?
Aku bingung dan panik. Terlihat beberapa orang mengenakan baju pesta dan segelas anggur. Tertawa dengan riuh, terbahak-bahak dan saling bersenda gurau.
"Mengapa sendirian gadis cantik?", sapa seorang bapak dengan janggut putihnya melepas topinya.
"Aku tak tahu ada di mana?"
"Kau datang ke sebuah pesta dengan dandanan yang cantik seperti ini tapi tak tahu ada di mana?"
"Ini tahun berapa?"
"Tahun 1881."
Aku tersentak. Aku menjelajah linimasa. Lagi.
Tiba-tiba kepalaku pusing. Bayangan kembali gelap. Aku ingin muntah.
Dan akhirnya,
ada sinar. Tapi ini berisik sekali. Suara derap kuda menakutkanku.
"Hei wanita!!! Mengapa diam disana? Cepat sembunyi!!" teriak seseorang kepadaku.
Ini di mana? Mengapa harus sembunyi?
"Hei kamu! Lari cepat!!
Aku berlari. Tapi aku tak tahu ada di mana? Lalu aku melihat selebaran melayang. Tertulis tahun 334 BC? Hah?
Tiba-tiba bayangan gelap menyelimuti lagi. Kali ini terasa seperti vertigo.
Aku akan sampai di mana?
Tiga orang wanita tampak sibuk. Aku diam menatap mereka.
"Hai gadis! Mengapa melamun? Cepat bekerja!" ucap salah satunya ketus.
Apa yang harus Aku lakukan di sini?
"Dasar kau lelet. Ini tahun 1857! Kau harus bekerja cepat!"
Ku lakukan perintahnya. Panas terik ini membuat kepalaku sangat pusing. Rasanya ingin pingsan. Aku pun terjatuh. Semua gelap.
Dan akhirnya,
"Mel! Lu gak kenapa-kenapa kan? Kenapa bisa jatuh dari kursi sih?" seorang teman membangunkanku.
"Ah..."
"Udah jangan kebanyakan bengong Mel. Kita harus cepat menyelesaikan ini lho.." ucap temanku lagi.
Ku tatap layar monitor bergantian dengan lembaran karton abu-abu dengan panjang 8 meter di sana.
Oh ya Tuhan. Ini Timeline ku.
Lebih tepatnya tugas Timeline Sejarah Seni Rupa Dunia ku. Dan ini dikumpulkan besok pagi.
Tiba-tiba mataku berkunang-kunang. Gelap. Pusing.
Ketika aku memejamkan mata....
Aku ada di mana?
Aku bingung dan panik. Terlihat beberapa orang mengenakan baju pesta dan segelas anggur. Tertawa dengan riuh, terbahak-bahak dan saling bersenda gurau.
"Mengapa sendirian gadis cantik?", sapa seorang bapak dengan janggut putihnya melepas topinya.
"Aku tak tahu ada di mana?"
"Kau datang ke sebuah pesta dengan dandanan yang cantik seperti ini tapi tak tahu ada di mana?"
"Ini tahun berapa?"
"Tahun 1881."
Aku tersentak. Aku menjelajah linimasa. Lagi.
Tiba-tiba kepalaku pusing. Bayangan kembali gelap. Aku ingin muntah.
Dan akhirnya,
ada sinar. Tapi ini berisik sekali. Suara derap kuda menakutkanku.
"Hei wanita!!! Mengapa diam disana? Cepat sembunyi!!" teriak seseorang kepadaku.
Ini di mana? Mengapa harus sembunyi?
"Hei kamu! Lari cepat!!
Aku berlari. Tapi aku tak tahu ada di mana? Lalu aku melihat selebaran melayang. Tertulis tahun 334 BC? Hah?
Tiba-tiba bayangan gelap menyelimuti lagi. Kali ini terasa seperti vertigo.
Aku akan sampai di mana?
Tiga orang wanita tampak sibuk. Aku diam menatap mereka.
"Hai gadis! Mengapa melamun? Cepat bekerja!" ucap salah satunya ketus.
Apa yang harus Aku lakukan di sini?
"Dasar kau lelet. Ini tahun 1857! Kau harus bekerja cepat!"
Ku lakukan perintahnya. Panas terik ini membuat kepalaku sangat pusing. Rasanya ingin pingsan. Aku pun terjatuh. Semua gelap.
Dan akhirnya,
"Mel! Lu gak kenapa-kenapa kan? Kenapa bisa jatuh dari kursi sih?" seorang teman membangunkanku.
"Ah..."
"Udah jangan kebanyakan bengong Mel. Kita harus cepat menyelesaikan ini lho.." ucap temanku lagi.
Ku tatap layar monitor bergantian dengan lembaran karton abu-abu dengan panjang 8 meter di sana.
Oh ya Tuhan. Ini Timeline ku.
Lebih tepatnya tugas Timeline Sejarah Seni Rupa Dunia ku. Dan ini dikumpulkan besok pagi.
Sabtu, 01 Oktober 2011
Dia hanya mengenal Aku
by
semangkasegar
Ini Aku. Bukan Aku yang sama seperti biasanya. Tapi Aku yang telah mengenali berbagai macam perkenalan. Dari jejaring sosial, sms, telepon bahkan langsung. Ini Aku yang selalu salah tingkah ketika harus memulai perkenalan.
Sebuah kisah.
Aku sedang duduk sendiri di bangku foodcourt salah satu mall di Jakarta. Hari itu Aku mencari sebuah buku penting untuk keperluan kampus. Ya, sendiri. Sampai akhirnya datang seseorang mendatangi Aku. Ya, untuk berkenalan. Sebut saja, Dia.
Hanya butuh waktu singkat untuk kami berkenalan. Tanpa basa-basi, Aku berkeluh kesah mencari buku penting itu yang tak kunjung ditemukan. Dengan senyum ramah yang menambah ketampanannya, Dia bilang, "Saya pernah lihat buku itu, mari ikut." Kemudian Aku ikut.
Dan benar.
Dia bilang buku penting itu ada di balik tumpukan buku soal-soal UAN. Entah bagaimana buku Bisnis dan Manajemen seperti ini ada di tumpukkan buku UAN. Dia hanya tersenyum. Kemudian Aku ke kasir dan membayarnya. Dengan hati senang karena buku penting ini telah ditemukan, Aku hendak mengajaknya makan. Dia menolak. Es krim? Dia juga menolak. Baiklah, Aku menyerah.
Waktu telah menunjukkan sore. Waktunya Aku pulang. Aku harus pamit dan bertanya pada Dia hendak pulang pukul berapa. Tapi Dia hanya menjawab, "Saya harus masih di sini untuk beberapa waktu"
Aku berpamitan, Dia hanya mengantar Aku sampai pintu utama Mall. Sebelumnya kami berjanji untuk bertemu kembali minggu depan, di food court tadi. Kami tidak bertukar nomer telepon dan tidak bertukar akun jejaring sosial. Katanya, biar seru.
Seminggu hampir berlalu,
Aku menceritakan Dia pada seorang teman. Teman pun penasaran. Siapakah Dia? Entah. Karena Sabtu ini Aku akan bertemu dengan Dia, maka diajaklah teman untuk berkenalan juga. Siapa tahu bertiga jadi seru.
Sabtu
Aku dan teman sedang menikmati es krim di food court. Menunggu Dia. Teman sudah tidak sabar bagaimana rupanya. Aku menunggu lama. Teman sudah sewot kenapa Aku tidak meminta nomer HPnya.
Setengah jam berlalu dari janji bertemu, teman sudah semakin sewot. Teman mau pulang. Aku kesal. Dia membuat janji, tapi tidak datang. Akhirnya Aku putuskan untuk pulang.
Ketika Aku dan teman hendak beranjak, Aku melihat sosok Dia dari kejauhan. Wajahnya terlihat kesal. Mungkin ada masalah. Aku berteriak memanggilnya, "Hey!!"
Dia datang menghampiri. Wajahku sumringah. Raut teman Aku bingung.
"Kenapa bingung? Ini Dia." Aku kepada teman.
"Siapa? Kamu bicara pada siapa?" tanya teman. Teman bergeser. Kemudian, terlihat cermin wastafel foodcourt
hanya menampilkan bayanganku dan teman.
Sontak, Aku kaget. Aku menatap Dia. Dia tersenyum dan berkata, "Saya hanya mengenal kamu dan butuh kamu."
Sebuah kisah.
Aku sedang duduk sendiri di bangku foodcourt salah satu mall di Jakarta. Hari itu Aku mencari sebuah buku penting untuk keperluan kampus. Ya, sendiri. Sampai akhirnya datang seseorang mendatangi Aku. Ya, untuk berkenalan. Sebut saja, Dia.
Hanya butuh waktu singkat untuk kami berkenalan. Tanpa basa-basi, Aku berkeluh kesah mencari buku penting itu yang tak kunjung ditemukan. Dengan senyum ramah yang menambah ketampanannya, Dia bilang, "Saya pernah lihat buku itu, mari ikut." Kemudian Aku ikut.
Dan benar.
Dia bilang buku penting itu ada di balik tumpukan buku soal-soal UAN. Entah bagaimana buku Bisnis dan Manajemen seperti ini ada di tumpukkan buku UAN. Dia hanya tersenyum. Kemudian Aku ke kasir dan membayarnya. Dengan hati senang karena buku penting ini telah ditemukan, Aku hendak mengajaknya makan. Dia menolak. Es krim? Dia juga menolak. Baiklah, Aku menyerah.
Waktu telah menunjukkan sore. Waktunya Aku pulang. Aku harus pamit dan bertanya pada Dia hendak pulang pukul berapa. Tapi Dia hanya menjawab, "Saya harus masih di sini untuk beberapa waktu"
Aku berpamitan, Dia hanya mengantar Aku sampai pintu utama Mall. Sebelumnya kami berjanji untuk bertemu kembali minggu depan, di food court tadi. Kami tidak bertukar nomer telepon dan tidak bertukar akun jejaring sosial. Katanya, biar seru.
Seminggu hampir berlalu,
Aku menceritakan Dia pada seorang teman. Teman pun penasaran. Siapakah Dia? Entah. Karena Sabtu ini Aku akan bertemu dengan Dia, maka diajaklah teman untuk berkenalan juga. Siapa tahu bertiga jadi seru.
Sabtu
Aku dan teman sedang menikmati es krim di food court. Menunggu Dia. Teman sudah tidak sabar bagaimana rupanya. Aku menunggu lama. Teman sudah sewot kenapa Aku tidak meminta nomer HPnya.
Setengah jam berlalu dari janji bertemu, teman sudah semakin sewot. Teman mau pulang. Aku kesal. Dia membuat janji, tapi tidak datang. Akhirnya Aku putuskan untuk pulang.
Ketika Aku dan teman hendak beranjak, Aku melihat sosok Dia dari kejauhan. Wajahnya terlihat kesal. Mungkin ada masalah. Aku berteriak memanggilnya, "Hey!!"
Dia datang menghampiri. Wajahku sumringah. Raut teman Aku bingung.
"Kenapa bingung? Ini Dia." Aku kepada teman.
"Siapa? Kamu bicara pada siapa?" tanya teman. Teman bergeser. Kemudian, terlihat cermin wastafel foodcourt
hanya menampilkan bayanganku dan teman.
Sontak, Aku kaget. Aku menatap Dia. Dia tersenyum dan berkata, "Saya hanya mengenal kamu dan butuh kamu."
malam yang panjang
by
semangkasegar
"Kamu pernah malam mingguan?"
bunyi sms darinya malam itu.
Jumat, 9 Oktober 2009
Dia yang awalnya kukenal via jejaring sosial-nya Mark Zuckerberg dan ternyata dia adalah teman SMA-nya hampir semua teman SD saya *rumit*
Kami belum pernah bertemu, tapi sudah mengenal cukup lama. Via sms.
"Gue gak pernah malam mingguan, tugas kuliah banyak banget", balasku.
Selama ini, orang sering bilang malam minggu itu malam yang panjang. Namun bagiku tidak. Setiap Sabtu aku bertugas membersihkan rumah, menyiram tanaman dan mengerjakan tugas kuliah yang berjibun banyaknya. Dan aku merasa Malam Minggu itu malam yang pendek.
Sampai akhirnya aku menemukan seseorang yang bisa membuat Sabtuku terasa lebih panjang.
"Besok malam minggu lho...", smsku terbalas.
Senyumku merekah.
"Ya, tapi tugas DKV masih ribet nih.." balasku cepat.
"Kasian donk gak pernah malam mingguan..."
"Iya nih kasian kan..."
Sabtu, 10 Oktober 2009
Pagi ini wajahku sudah jelek. Jelek banget. Lusuh dan berantakan. Maklum abis berantem sama pompa air yang harus dipancing dulu biar nyala.
Dia tidak sms.
Sampai siang juga tidak sms.
Sabtu yang biasa. Semua berjalan cepat sampai tak sadar sudah pukul 3 sore dan aku harus masih berkutat dengan laptop dan tugas-tugas lain. Sampai akhirnya tiba pukul 6 sore di mana semua burung merpati terbang ke langit menikmati malam.
Dia tidak sms.
Sampai akhirnya, malam itu pukul 20.00
"Maaf ya gak bisa sms seharian, lagi masa tenggang. Kamu lagi apa?", smsnya dengan nomer lain.
Lega rasanya.
"Oh ga kenapa-kenapa. lagi kerjain tugas nih. Ga enak ya? Orang lain pada ngedate", (ini bener-bener sebuah kode)
Sms tidak dibalas.
Aku takut. Apa salah ya smsnya.
Selang beberapa menit,
"Kita pacaran saja yuk?"
Gantian aku yang balas lama.
Biasa ku balas dengan senjata perempuan, "Gak asih ah masa nembaknya pake sms?"
"Biarin. Biar tahun depan anniversary 1 tahun kita tanggal 10-10-10." (Lucu bukan alasannya)
"Oke" Aku tersenyum. Lebar.
Laptop di depan wajahku masih nyala. Entah kekuatan apa, aku merasa bersemangat untuk mengerjakan tugasku.
Ini semua karena smsnya, "Semangat ya"
Benar-benar. Dia benar-benar membuat Sabtuku Lebih Panjang....
:)