"Gue pulang ya....", senyumku merekah ke rekan kerjaku. "Sampai jumpa besok Senin"
Keluarnya dari sana, aku melangkah pasti menuju halte transjakarta. Kali ini, berbeda dari biasanya, aku memilih halte yang lain. Aku hanya tak ingin mengantri terlalu lama. Pengalaman terakhir mengantri selama 1,5 jam penuh sangat membuang waktu dan menguras tenaga. Maka kupilih halte ini walaupun aku harus berdiri selama 1 jam perjalanan, yang penting lebih cepat sampai.
Karena ini hari Jumat, banyak yang ingin pulang tepat waktu. Halte penuh dengan calon penumpang. Tak perlu kuatir, bus pun datang. Aku terdorong masuk ke bagian belakang bus yang notabene itu area laki-laki. Berjinjit sedikit, berusaha meraih pegangan. Bus pun berangkat.
Baru saja berhenti di satu halte berikutnya, aku menengok ke belakang. Banyak calon penumpang baru yang akan masuk. Oh Tuhan, semoga aku kuat selama satu jam ke depan. Pintu bus terbuka, akhirnya bagaikan zombie kelaparan penumpang-penumpang masuk. Muncul seorang laki-laki muda, terlihat kesal berdiri di sampingku. Ia menengok, aku membuang muka, malu kalau lagi memperhatikan dirinya. Pintu bus tertutup, bus mulai bergerak.
Bus bergoyang ke sana kemari. Karena aku berpegangan dengan tangan kanan, sedangkan dia kedua tangannya bergelayutan, tanpa sengaja lenganku dan lengannya bersentuhan. Ia menengok tapi diam saja. Mau bergeser juga tak bisa.
Karena hanya kemacetan yang terlihat di luar sana atau pemandangan Monas dengan lampu warna-warninya, akhirnya aku malah memperhatikan laki-laki sebelahku. Tubuhnya agak gemuk mengenakan poloshirt biru tua, matanya yang sipit dibingkai manis dengan kacamatanya, potongan rambutnya sangat cocok dengan bentuk wajahnya yang bulat.
"Eh maaf..", ucapku pelan. Baru saja bus transjakarta yang kutumpangi ngerem mendadak. Otomatis, tubuhku bertubrukan dengan tubuhnya. Dia melihatku, diam saja. Aku menarik napas, membuangnya pelan. Lalu, aku memperhatikannya lagi. "Dia siapa ya? Kerja di mana? Mengapa wajahnya begitu kesal?"
... dan ia menoleh padaku. Lagi. dan aku membuang muka. Lagi.
Aku putuskan untuk tidak memperhatikannya. Malu, alasanku. Aku mengarahkan pandanganku ke seorang bapak, yang berdiri di ujung. Kepalanya mengangguk-angguk, matanya sesekali terpejam. Ia mengantuk. Pasti hari ini ia sudah bekerja keras dan ingin pulang cepat, bertemu istri dan anaknya.
Bahuku ditepuk. Olehnya. Laki-laki berpoloshirt biru tadi. Iya, yang disebelahku. Aku menoleh, ia menunjuk kursi kosong di depannya. Meminta agar aku duduk. "Terima kasih, ya". Ia mengangguk. Jadi, sekarang aku duduk berhadapan dengan dirinya yang sedang berdiri. Bus kembali bergerak. Aku jadi memperhatikannya lagi. Dia masih diam saja, memandangi pemandangan di luar bus. "Kesal kenapa sih wajahmu itu?" Dan dia kembali melihat ke arah ku! Oh Tuhan, aku malu.
Bus berhenti. Dia bergerak pelan menuju pintu. Oh dia sudah sampai tujuannya. Semoga dia cepat sampai rumah, istirahat dan kembali ceria. Aku memandangi punggungnya, dan ia menengok ke arahku. Kali ini aku tak membuang muka, tak tersenyum juga. Ia keluar dari bus, berjalan keluar. Aku tersenyum.
"Terima kasih lho, buat bangkunya" . Aku memejamkan mata, perjalananku masih setengah jam lagi. "Semoga kita bertemu lagi ya, saat wajahmu sudah cerah."
***